Sejarah andalas
Sejarah[sunting | sunting sumber]
Universitas Andalas periode awal (1948-1958)[sunting | sunting sumber]
Keinginan masyarakat Sumatera Barat untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi sudah ada sejak memasuki abad ke-20. Hal itu dapat dipahami karena pada masa itu sudah muncul golongan intelektual dan cendekiawan yang peduli dengan pendidikan anak bangsa. Namun, Pemerintah Kolonial Belanda tidak memberi kesempatan sedikit pun untuk mewujudkannya. Gagasan itu kembali mengemuka seiring diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Keinginan untuk mendirikan suatu jenjang pendidikan tinggi di Sumatera Barat baru dapat diwujudkan pada tahun 1948 dengan mendirikan enam akademi, yaitu: Akademi Pamong Praja, Akademi Pendidikan Jasmani, Akademi Kadet, Akte A Bahasa Inggris, dan Sekolah Inspektur Polisi. Keenam akademi tersebut berada di Bukittinggi. Selanjutnya, keberhasilan pendirian akademi ini mendorong sebuah yayasan pendidikan bernama Yayasan Sriwijaya untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi Hukum Pancasila (BPTHP) di Padang pada tanggal 17 Agustus 1951. Mengikuti langkah Yayasan Sriwijaya tersebut, kemudian pemerintah mendirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru diBatusangkar pada tanggal 23 Oktober 1954, Perguruan Tinggi Negeri Pertanian di Payakumbuh pada tanggal 30 November 1954, dan Fakultas Kedokteran serta Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) di Bukittinggi pada tanggal 7 September 1955. Keempat fakultas tersebut diresmikan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Seiring dengan itu, Yayasan Sriwijaya pun menyerahkan BPTHP kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Tengah. Dan, sejak itu BPTHP berganti nama menjadi Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat.[6]
Kelima fakultas itu menjadi cikal bakal dalam mendirikan Universitas Andalas. Oleh karena merupakan universitas pertama yang didirikan diPulau Sumatera, maka Bung Hatta mengusulkan nama Universitas Andalas, dengan merujuk kepada nama Pulau Sumatera yang juga dikenal dengan Pulau Andalas. Pada tanggal 13 September 1956, Wakil Presiden Mohammad Hatta meresmikan pembukaan Universitas Andalas di Bukittinggi. Selanjutnya, pada tahun 1958, untuk pertama kalinya Universitas Andalas mulai memetik hasil dengan lulusnya Mr. Rudito Rachmad sebagai Sarjana Hukum pertama. Satu tahun berikutnya, Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat mewisuda pula empat mahasiswanya, yaitu Mr. Herman Sihombing, Mr. Zawier Zienser, Mr. Eddy Ang Ze Siang, dan Mr. Djalaluddin Ilyas.[7]
Universitas Andalas periode PRRI (1958-1961)[sunting | sunting sumber]
Beberapa bulan setelah meresmikan Unand, Bung Hatta yang tidak sepaham lagi dengan Presiden Soekarno meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden. Sehingga berakhirlah Dwi Tunggal Soekarno-Hatta. Beberapa tokoh militer dan politik pun kemudian bersepakat untuk "menegur" pusat dengan mendirikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan menjadikan Sumatera Tengah, khususnya Sumatera Barat sebagai basisnya.[8]
Oleh karena itu, banyak dosen dan mahasiswa Unand yang menunjukkan kesepahamannya dengan PRRI. Akibatnya, Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan untuk menumpas PRRI juga memporakporandakan kampus Unand yang tersebar di beberapa kota: Padang, Bukittinggi, Batusangkar, dan Payakumbuh serta juga yang baru dibangun di Baso. Situasi politik pada waktu itu benar-benar tidak kondusif untuk melaksanakan aktivitas perkuliahan. Dosen-dosen yang didatangkan dari luar negeri, terutama dari Eropa, ada yang pulang ke negaranya masing-masing dan ada pula yang pindah ke Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Institut Pertanian Bogor. Pada masa PRRI dapat dikatakan sebagai masa kemunduran Universitas Andalas.[9]
Perkembangan dan saat ini (1961-sekarang)[sunting | sunting sumber]
Seiring dengan berakhirnya PRRI, Unand kembali menata perkembangannya. Pada tahun 1961, Unand membuka kembali Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan memindahkannya ke Padang. Sedangkan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA) baru dapat dibuka setahun kemudian dan itupun cuma dengan satu jurusan, yaitu Biologi. Selanjutnya, Perguruan Tinggi Ekonomi yang didirikan oleh Yayasan Perguruan Tinggi Pancasila pada tanggal 7 September 1957 menggabungkan diri dengan Unand. Pada tanggal 9 Oktober 1963, Unand membuka Fakultas Peternakan. Fakultas ini merupakan Fakultas Peternakan pertama yang didirikan di Indonesia. Dengan demikian, sampai tahun 1963 Unand telah memiliki tujuh (7) fakultas, namun pada tahun berikutnya FKIP memisahkan diri dan berkembang menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) dan selanjutnya berubah nama menjadi Universitas Negeri Padang (UNP).[10]
Dengan kepindahan kampusnya ke Padang, Unand mulai membenahi diri secara menyeluruh, baik dari segi organisasi, dosen, maupun infrastruktur. Kampus Air Tawar dibangun untuk Fakultas Pertanian, FIPIA, Fakultas Peternakan, dan FKIP (sekarang menjadi kampus UNP). Adapun Fakultas Ekonomi dibangun di kampus Jati, Padang (sekarang kampus Fakultas Ekonomi Program Reguler Mandiri dan STIE Dharma Andalas). Sedangkan Fakultas Kedokteran terdapat di dua lokasi, yaitu Kampus Jati dan Pondok. Fakultas Hukum tetap berada di kampusnya yang lama di Parak Karambia (sekarang kampus Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri). Adapun rektorat Unand berada di kampus Jati bersebelahan dengan Fakultas Ekonomi. Pada tahun 1962, jumlah dosen Unand sudah mencapai 261 orang, termasuk 180 orang dosen luar biasa dan "dosen terbang". Adapun jumlah mahasiswanya sudah mencapai 3920 orang.[11]
Pada tahun 1982, Fakultas Sastra didirikan dan mulai menerima mahasiswanya untuk angkatan pertama. Pada awalnya fakultas ini bernama Fakultas Sastra dan Sosial Budaya kemudian berganti nama menjadi Fakultas Sastra karena Jurusan Sosiologi dengan Program Studi Sosiologi dan Antropologi yang juga baru dibuka "dititipkan" di fakultas ini. Kedua program studi tersebut menjadi cikal bakal untuk mendirikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada tahun 1993. Fakultas Sastra kemudian juga berganti nama menjadi Fakultas Ilmu Budaya pada tahun 2011. Kampus kedua fakultas ini terletak di Jl. Situjuh, Jati, Padang, yang sebelumnya merupakan Labor Fisiologi Fakultas Kedokteran (sekarang rumah dinas rektor dan gedung percetakan Unand). Berikutnya, Unand membuka pula dua program studi Teknik Mesin dan Teknik Sipil pada tahun 1985, yang merupakan cikal bakal terbentuknya Fakultas Teknik. Pada awalnya pengelolaan kedua program studi ini berada di Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam (FMIPA), sedangkan dalam pelaksanaan perkuliahannya Unand bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pendirian Fakultas Teknik ini baru disetujui oleh Dirjen Dikti pada tanggal 13 Mei 1993.[12]
Sementara itu, Pendidikan Ahli Administrasi dan Perusahaan (PAAP) yang dibuka di Fakultas Ekonomi pada tahun 1980 berubah nama menjadi Program Diploma III (DIII) Ekonomi. Unand selanjutnya merintis pula pembukaan dua fakultas nongelar teknologi pada tahun 1982, yaitu Politeknik Teknologi dan Politeknik Pertanian. Kampus Politeknik Teknologi berada di Padang sedangkan kampus Politeknik Pertanian berada di Tanjung Pati, Payakumbuh. Fakultas Kedokteran juga mengembangkan diri dengan membuka Program Pendidikan Dokter Spesialis pada tahun 1984. Setahun berikutnya, Unand membuka Program Pascasarjana dengan bekerja sama dengan IPB dan baru pada tahun 2000 Program Pascasarjana ini mulai berdiri sendiri serta mulai pula mendirikan Program Doktor (S3). Seiring dengan itu, Fakultas Ekonomi juga mulai menerima mahasiswa S2 untuk program Magister Manajemen. Selanjutnya, pada tahun 2008 Unand mengembangkan dua jurusan menjadi dua fakultas. Kedua fakultas itu adalah: Fakultas Teknologi Pertanian yang dikembangkan dari jurusan Teknologi Pertanian di Fakultas Pertanian dan Fakultas Farmasi yang dikembangkan dari jurusan Farmasi di FMIPA. Berikutnya, pada tanggal 13 Juli 2012 Fakultas Kedokteran dikembangkan lagi menjadi Fakultas Kesehatan Masyarakat, yang menjadi fakultas kedua belas di Universitas Andalas.[13]
Saat terjadinya gempa bumi tanggal 30 September 2009, identifikasi kerusakan yang terjadi di lingkungan kampus Unand memperlihatkan bahwa hampir semua gedung mengalami kerusakan bervariasi. Kerusakan paling berat terjadi di Fakultas Teknik Universitas Andalas. Sebagai respons cepat atas gempa tersebut, maka dibentuk TimEmergency Response and Recovery untuk membantu masyarakat yang terkena musibah gempa yang diketuai oleh Drs. Alfan Miko, M.Si., Kepala Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Andalas. Dibentuk pula 2 posko gempa, yaitu di Kampus Limau Manis untuk koordinasi dan penghimpunan mahasiswa untuk jadi relawan dan Posko Kampus Unand di Jalan Perintis Kemerdekaan untuk relawan dan penghimpunan berbagai sumbangan.[14]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar